Terjadi Lagi Penumpukan Cairan di Paru-Paru
JAKARTA - Kondisi mantan Presiden Soeharto kembali memburuk. Jika Senin lalu (7/1) sempat membaik, kemarin fungsi jantung dan paru-parunya melemah. Bahkan, kadar hemoglobin (Hb, sel darah merah) menurun. Tim dokter akhirnya memutuskan melarang penguasa Orde Baru itu dikunjungi.

Ketua tim dokter Kepresidenan Mardjo Soebiandono mengatakan, cairan kembali memenuhi paru-paru Soeharto. "Produksi urine kembali menurun dan dijumpai perdarahan melalui urine dan fesesnya," paparnya saat konferensi pers di RSPP (Rumah Sakit Pusat Pertamina) kemarin (8/1).

Karena perdarahan tersebut, lanjutnya, Hb Soeharto turun dari 8,4 gr % menjadi 7,6 gr %. "Normalnya 10 gr %," jelasnya. Penyebab memburuknya jantung mantan presiden berusia 87 tahun itu, menurut Mardjo, adalah tidak sinkronnya kerja antara bilik kanan dan kiri jantung. "Dari pemeriksaan Tissue Doppler Imaging, terlihat adanya disinkronisasi pergerakan otot jantung dan tidak bergeraknya salah satu segmen otot jantung," ujarnya lebih jauh.





Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan lebih rinci, tim dokter memeriksa jantung Soeharto dengan alat Thallium Scan. Ini adalah pencitraan menggunakan kamera khusus. Sebelumnya, pasien disuntik kontras berupa bahan radioaktif dalam jumlah sedikit untuk mengetahui aliran darah dan lokasi gangguan.

Pemeriksaan itu berlangsung lebih dari satu jam. Waktunya, mulai pukul 13.00 hingga pukul 14.05 di ruang radiologi lantai I RSPP.

Agar kerja otot jantung mantan presiden itu bisa sinkron, tim dokter akan memasang alat CRT (Cardiac Resynchronization Theraphy). Bentuknya mirip alat pacu jantung dengan teknik implantasi serupa.

Hanya, pemasangan alat CRT tersebut belum bisa diketahui waktunya. "Kita tunggu sampai kondisi beliau optimal," ujar dokter berpangkat brigjen itu. Kondisi optimal, lanjutnya, bisa dicapai jika kadar Hb mencapai 10 gr %. Peningkatan tersebut bisa didapatkan jika transfusi terus diberikan.

Pada kesempatan yang sama, Ismoyo Suto, dokter ahli jantung yang termasuk tim dokter Soeharto, meminta agar semua pihak bersabar. "Pemasangan alat CRT tanpa menunggu Hb Bapak turun justru akan makin menurunkan Hb-nya," tegasnya. Sebab, ketika memasang CRT, dokter harus memasukkan alat ke dalam pembuluh darah. "Kalau Hb-nya tambah rendah, tentu risiko gagal jantung akan ada," lanjut dokter jantung dari RS Jantung Harapan Kita itu.

Selain kadar Hb harus baik, timpal Mardjo, kemampuan pembekuan darah Soeharto harus baik. Selain berupaya yang telah disebutkan agar kondisi Soeharto bisa kembali optimal, tim dokter mengupayakan perbaikan gizi, pengeluaran cairan yang menumpuk di paru-paru, dan penyaringan darah dengan CVVH (Continuous veno-venous haemofiltration) akan terus dilakukan. Itu adalah alternatif pengganti hemodialisis pada pasien yang sakit dengan komplikasi dan dalam kondisi kritis. CVVH merupakan kombinasi hemodialisis (cuci darah) dan ultrafiltrasi. Artinya, molekul dikeluarkan dengan difusi (hemodialisis) sekaligus konveksi (ultrafiltrasi).

Malam sebelumnya, Mardjo mengungkapkan, tim dokter sudah memasukkan transfusi darah sebanyak 200 cc dan hemoglobin naik dari 8,3 ke 8,4. "Tapi waktu kami cek pagi ini, ternyata Hb-nya turun jadi 7,6. Akhirnya, kami putuskan untuk menambah darah hingga 300 cc," katanya lantas menutup jumpa pers.

Karena dokter kemarin melarang Soeharto menemui pembesuk, tak ada satu pun pejabat dari Kabinet Indonesia Bersatu yang datang ke RSPP. Sejak pagi hingga malam, hanya beberapa kerabat dekat dan mantan menteri kabinetnya yang datang. Mereka adalah Karlina Umar Wirahadikusumah (anak mantan Wapres Umar Wirahadikusumah), Elsye Sigit, Moerdiono (mantan Mensesneg), dan Marwah Daud Ibrahim.

Ketika dicegat, Moerdiono enggan berkomentar banyak. "Sebagai orang awam secara medis, saya kira tim dokter yang berhak menjawab," katanya sambil berhenti sejenak. Namun, respons Soeharto menurutnya baik. "Kami sempat bicara, meskipun tidak banyak. Beliau mengenali saya," tuturnya.

Dia juga menilai penanganan mantan pimpinannya itu sudah tepat. Tim dokter yang berkumpul, lanjut dia, sekitar 25 orang dari berbagai keahlian. "Saya kira Pak Harto sudah ditangani oleh tim dokter terbaik yang kita punya," lanjutnya kemudian bergegas menuju lift yang akan membawanya ke kamar mantan orang nomor satu di Indonesia itu.

Menangis, Ingat Beasiswa Supersemar

Ketika Soeharto sedang tergolek lemah di RS Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta, gugatan perdata terhadap mantan presiden itu tetap disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan kemarin.

Kali ini agendanya mendengarkan keterangan dua saksi meringankan yang diajukan kubu tergugat melalui tim pengacara Soeharto.

Dua saksi itu adalah A.M. Suaib Didu dan Cyprus A. Tatali, dua pengurus KMA-PBS (Keluarga Mahasiswa Alumni Penerima Beasiswa Supersemar).

Di awal sidang, Suaib terbawa sedih atas kondisi kesehatan Soeharto yang kembali memburuk. Dia tampak menangis. Dia juga meminta izin untuk membaca surat Al-Fatihah bagi kesembuhan Soeharto, namun ditolak majelis hakim yang diketuai Wahjono. "Kalau untuk berdoa, bukan di sini (pengadilan) tempatnya. Ini kan ruang sidang," kata Wahjono. Suaib pun terlihat pasrah.

Saat sesi tanya jawab, pengacara Soeharto, M. Assegaf, sempat menanyai Suaib terkait dengan doanya untuk Soeharto. Dia mengatakan, bila teringat Soeharto, dirinya ingat kiriman uang atau beasiswa semasa kuliah. "Beasiswa amat membantu. Sebab, untuk uang kuliah, kadang ada, kadang tidak," ujar Suaib sambil sesenggukan.

Aksi Suaib itu, tampaknya, tak berhasil menarik simpati majelis hakim maupun jaksa pengacara negara (JPN). Buktinya, salah seorang hakim, Ketut Manika, justru mempertanyakan perasaan sentimental Suaib dengan materi gugatan. "Kalau patah hati, jangan dikaitkan dengan (kasus korupsi) yayasan," ujar Ketut. Toh, Suaib seakan tak mau kalah. Dia balik menimpali komentar Ketut. "Begini yang mulia majelis, beasiswa (Supersemar) itu membuat saya berhasil. Saya sukses begini karena beasiswa. Tanpa beasiswa, mungkin saya menjadi petani. Jadi, saya nggak mungkin melupakan jasa-jasa pengurus, termasuk Pak Harto," ujar Suaib sengit. Kontan, pernyataan Suaib itu membuat gerr pengunjung sidang. Sedangkan JPN Dachmer Munthe tampak manggut-manggut melihat aksi Suaib.

Selanjutnya, Cyprus A. Tatali sebagai saksi kedua. Dalam keterangannya, ketua organisasi dan keanggotaan KMA-PBS itu mengaku tidak tahu jumlah dana yayasan yang disalurkan untuk seluruh penerima beasiswa. Dia hanya tahu bahwa sebagian dana digunakan untuk penyediaan komputer, laboratorium, dan peralatan olahraga. "Nggak hanya untuk kegiatan studi," jelas Cyprus.

Kemudian, sidang dilanjutkan 15 Juli 2008. Dalam sidang kemarin, pengunjung menjejali ruang persidangan. Di antara pengunjung terdapat mantan Jaksa Agung Ismail Saleh.

Setelah sidang, tim pengacara mengomentari berbagai wacana terkait dengan kelanjutan proses hukum kasus Soeharto. Assegaf mengatakan, jika Soeharto meninggal dunia, kejaksaan memang dimungkinkan menjadikan ahli waris -termasuk anak-anaknya- sebagai tergugat pengganti. Namun, Assegaf menegaskan, ahli waris dapat saja menolak. "Kalau tidak punya warisan, lalu mengapa harus menjadi tergugat. Apa yang harus diserahkan jika kelak diminta untuk membayar kerugian negara," jelas Assegaf.

Menurut Assegaf, gugatan perdata dapat saja dihentikan. Syaratnya, presiden mencabut surat kuasa khusus (SKK) yang diserahkan ke kejaksaan.

Assegaf menolak usul pengampunan terhadap Soeharto. Sebab, kliennya tidak pernah diputus bersalah oleh pengadilan. "Usul tersebut justru menjadi polemik baru," ujarnya.

Soal Tap MPR No XI/1998, Assegaf mengatakan bahwa kejaksaan telah melaksanakan. Itu terbukti dari penyidikan kasus Soeharto.

Di tempat sama, pengacara Soeharto yang lain, Juan Felix Tampubolon, menambahkan bahwa kliennya selalu mengikuti perkembangan kasusnya, termasuk gugatan perdata. Menurut Juan Felix, tim pengacara bertemu dengan Soeharto pada Desember 2007 untuk membahas kasus perdata tersebut. "Beliau selalu mengikuti, beliau juga percaya kepada tim pengacaranya," jelas Juan Felix.

Sebelumnya, Soeharto digugat pemerintah dalam kasus Yayasan Supersemar. Nilai gugatan USD 420 juta dan Rp 185 miliar). Soeharto dianggap bertanggung jawab atas penyalahgunaan uang yayasan yang merugikan negara triliunan rupiah tersebut. Sebab, banyak dana yayasan yang disalurkan ke perusahaan kroni. (nue/nda/agm/kum)

ICMI Desak Teruskan Proses Hukum

Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) mendesak pemerintah menuntaskan kasus hukum mantan Presiden Soeharto. Pemerintah diminta tidak menghentikan proses yang telah berjalan agar terjadi kepastian hukum bagi mantan penguasa Orde Baru itu.

"(Penuntasan kasus hukum) itu sangat bagus bagi Pak Harto dan keluarganya. Kalau perkaranya terus diambangkan, sejarah akan mencatat (Pak Harto) bersalah," ujar Presidium ICMI Nanat Natah Natsir setelah bertemu Wapres Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden kemarin (8/1).

Bila kasus perdata dan pidana Soeharto tidak diselesaikan secara hukum, kata Nanat, publik tidak akan pernah mengetahui kebenaran dari berbagai dugaan pelanggaran hukum yang dituduhkan kepada penguasa Orde Baru tersebut dan keluarganya.

Sebaliknya, Soeharto juga tidak akan mendapatkan keadilan dari berbagai tuntutan hukum yang dipersepsikan publik.

"Proses hukum harus dilakukan sesuai peraturan yang berlaku. Persoalan nanti, misalnya Pak Harto setelah diproses tidak apa-apa, kan bagus bagi dirinya sendiri, bagi keluarga, dan masyarakat," jelasnya.

Meski demikian, ICMI meminta pemerintah menghargai jasa-jasa Soeharto dan menjadikan kondisi kesehatannya saat ini sebagai pertimbangan kemanusiaan. "Beliau adalah orang yang berjasa. Jika ternyata keliru, kan bisa dimaafkan," ujarnya




di kutip dari jawapos online

0 -Yukz Coment-: